Rabu, 07 Agustus 2019

Hari Kemerdekaan Sebentar Lagi



hari kemerdekaan sebentar lagi
kampung sibuk menghias diri
di jalanan kertas melambai warna warni

lupakan sejenak politik omong kosong
sudahi sumpah serapah dari mulutmu Tong
masa depan cerah mari kita songsong

persetan harga-harga melambung tinggi
abaikan sejenak kebutuhan yang tak terbeli
karena hari kemerdekaan sebentar lagi

bendera lusuh dalam lemari kayu
sedikit berlubang dan terlihat kumuh
tapi inilah pusaka negeriku

biar hari ini kita belum makan pagi
tapi merah putih harus berkibar tinggi
karena hari kemerdekaan sebentar lagi

hari ini tidak ada tembok pemisah
si kaya dan jelata membaur bersama
bersama pekikan kata : "Merdeka!"

di sini kita berjanji senegeri sehati
biar di sana mereka sibuk bela politisi
lupa hari kemerdekaan sebentar lagi

pahlawan bangsa menangis pilu
lihat terpecah belah anak cucu
oleh hajatan yang bernama Pemilu

hari kemerdekaan sebentar lagi
siapkan diri dengan hati yang bersih
mari lebur semua dendam dan benci
- Robbi Gandamana . Solo, 31 Juli 2019 -

Jumat, 19 Juli 2019

Artis Medsos



Pada mereka (aku) yang bersembunyi dari kebodohan sendiri
Manusia sok tahu yang tuna ilmu
Mengembara di dunia topeng
Pemburu jempol dan tepuk tangan

Pada mereka (aku) yang tenggelam dalam ekstasi
Banjir emoticon pujian, senyum, tawa dan tepuk tangan  semu
Hari-hari beronani pikiran utopia banci kaleng
Dari para pengagum virtual nggak jelas juntrungan

Pada mereka (aku) badut sirkus wanprestasi
Bertopeng menteri, ustadz, polisi moral, motivator, sok tahu
Pencerah sekaligus penyesat para alay otak melenceng
Di saat yang sama bisa jadi arif sekaligus bajingan

Pada mereka (aku) aktor sekaligus figuran media Yahudi
Para perangkai kata indah di tembok-tembok lucu
Seolah-olah mumpuni, hebat, seperkasa banteng
Pandai bersilat lidah dan merekayasa kesan

Hiduplah lebih lama di dunia nyata
Sejenak kubur dalam-dalam eksistensi
Banyak bertegur sapa pada sesama manusia
Jangan pada mesin yang penuh radiasi

Cari tahu, sebenarnya kau (aku) ini siapa
Banyaklah bertanya sedikit interupsi
Jangan bangga dengan banyak pemuja dunia maya
Dikira tersohor  padahal di dunia nyata nobody

Cukup sudah
Saatnya putuskan sikap
Hentikan onani dunia hampa
Jadi manusia sejati atau seolah-olah manusia

Robbi Gandamana, 13 Juni 2019

Perempuan Fatamorgana (Mencari April - 9)


Sudah berbulan-bulan lamanya aku tenggelam dalam duniaku. Hingga tak sempat atau tak ada waktu untuk melamunkan April. Bahkan aku sudah hampir melupakan dia.
Jarang-jarang aku berjumpa dengannya di kantor. Seandainya pernah, itu pun hanya sekelebat di kejauhan. Pernah satu dua kali kami bertatap muka. Tapi tak ada percakapan, kami bicara secara frekuensi dan batin. Cie ciee.
Alhamdulillah bisnis menggambar sedang di atas roda. Nggak terlalu banyak orderan sih, tapi cukuplah untuk menebus BPKB sepeda motor yang kusekolahkan di pegadaian. Tapi yang terpenting aku bahagia bisa melupakan April. Kalau sepi orderan, bisa-bisa aku melamunkan dia seharian. Nggak kreatif blas.
Sampai suatu hari ada kotak kardus makanan yang dibagikan di kantor. Aku bertanya pada Bunga, seorang teman kantor yang membagikan kardus makanan tadi, "Acaranya siapa ini?"
"April nikah pak.." jawabnya singkat.
Deg! What a suprise! Jantungku serasa mau ambrol. Denyut nadiku menyepat secepat lajunya bis Sumber Kencono yang kebut-kebutan di jalan raya Solo-Jogja. "Kkk..kkapan..????" tanyaku lagi dengan tergagap-gagap persis Aziz Gagap.
"Kapan-kapan.." jawabnya sambil tersenyum dan pergi.
Swemproel! Makiku dalam hati. Aku tanyanya sangat serius, malah dijawab dengan rileksnya.
Detik itu juga aku langsung patah hati. Tapi aku mencoba untuk tidak sedih. Aku harus bahagia. Nggak boleh sedih. Ada teman akan menikah kok aku malah sedih. Tapi kenyataannya aku tetap sedih. Tahulah aku sekarang, bahwa aku memang serius mencintainya. Sial.
Masih dalam keadaan galau, aku menuruni tangga menuju warung sederhana pinggir kantor untuk maksi.  Eh lha kok ndilalah aku bertemu April di pintu keluar. Rupanya dia sedang bicara dengan Munaroh, memastikan apakah semua sudah kebagian kotak kardus makanan.
Sejenak aku terdiam mengatur nafas dan melangkah menuju tempatnya berdiri. Dengan senyum yang kubuat sesumringah mungkin aku bertanya, "Eh kamu mau nikah ya?"
April hanya tersenyum panjang, senyuman yang selalu kurindukan. Sekali lagi aku bertanya. "Kamu mau nikah ya?" Dan sekali lagi April hanya tersenyum. Malah Munaroh yang nyeletuk, "Monika? Siapa Monika?..ini April mas." Wow ndasmu, batinku.
Cukup dua kali saja aku tanya, mending aku langsung cabut saja ke warung. Rasanya kok riskan kalau aku tanya terus tapi jawabannya cuman senyum.
Aku tahu ada kardus makanan gratis dari April, tapi aku jadi sama sekali nggak nafsu makan. Hatiku gundah gulana nggak karu-karuan. Lebih baik ke warung, cari suasana baru, kali aja kegundahanku reda mendengar candaan Bongkeng.
Hampir setengah jam aku di warung ngobrol ngalor ngidul dengan Bongkeng dan orang-orang yang aku kenal, tapi pikiranku masih belum sepenuhnya bersih dari berita pernikahan April. Humor Bongkeng yang paling lucu pun tidak berhasil membuatku tertawa.  Padahal semua yang di sana ngakak total.
Aku memang konyol. Aku tidak berharap memilikinya, tapi ketika dia menikah, aku patah hati juga. Dasar Omdo.
Tapi patah hati ini menunjukan bahwa aku beneran mencintainya. Dan patah hati ini juga membuktikan bahwa aku belum lulus bab cinta yang merelakan atau mengikhlaskan. Taraf cinta yang kupahami masih di tataran memiliki dan menguasai.
Benar-benar hari yang berat. Aku jadi menyesal kenapa bertanya tadi. Karena jawabannya cukup merusak hariku, membuat pikiranku buyar, mood nggambarku ambyar. Aku jadi males melakukan apa-apa. Bahkan ke toilet untuk kencing pun aku malas melangkahkan kaki. Payah.
Iya aku memang payah. Tapi cukup untuk sehari ini saja. Ya paling lama seminggu lah. Setelah itu aku pasti bisa mengatasi diri. Karena aku sudah berjanji hanya mencintai, tanpa memiliki. Sudah kuteguhkan hati sejak awal, bahwa kesedihan karena mencintai April adalah kebahagiaan yang menyamar. Karena ini pasti akan jadi kenangan indah yang layak dikenang.
*****
Menurut cerita yang berhasil kukorek, ternyata pria yang berhasil meminang April itu masih satu perusahaan tapi lain divisi. Pria yang sangat beruntung. Padahal selama ini yang kutahu April tidak pernah nampak akrab dengan seorang pria. Eh lha kok tahu-tahu menikah.
Katanya sih semuanya berawal di tempat parkir. Mereka tiap hari bertemu  di area parkir yang sama, berkenalan, bla bla bla dan sepakat untuk menikah. Garis besarnya seperti itu. Cerita detailnya nggak ada yang tahu. Who cares.
Itulah Salafi. Nggak banyak babibu langsung ta'aruf. Kenal atau diperkenalkan, setelah itu melangsungkan pernikahan. Acaranya nggak pakai besar-besaran. Praktis, ekonomis, dan pastinya romantis.
Jangan rayu perempuan Salafi dengan lagu cinta atau lukisan diri. Rayu mereka dengan kisah cinta Nabi-Nabi. Lumerkan hati mereka dengan lantunan ayat suci. Menangkan hatinya dengan akhlak terpuji. Dan terakhir, lamar mereka untuk dijadikan istri. Bersama berdua berjanji setia dalam ikatan suci.
Hebatnya, perempuan Salafi tidak terlalu mempermasalahkan calon suaminya. Asal cocok dengan kriteria ideologinya, semua bisa diatur. Cinta bisa dikondisikan. Dan itu memang ada benarnya. Karena kalau mencari suami berdasarkan pria idamannya yang seperti aktor film Drama Korea, bakalan nggak nikah-nikah atau jadi jomblo forever.
Di dalam pernikahan, cinta itu soal kerjasama hati. Hati istri dan hati suami saling mengisi. Berdua saling menjaga bagaimana agar medan cinta terus menyala. Dengan begitu pernikahan jadi langgeng. Kalau suatu hubungan perkawinan tercipta karena hanya ketertarikan fisik atau nafsu, nggak sampai dua tahun pasti hancur.
Disamping soal seks, uang adalah biang keladi kehancuran rumah tangga. Maka sebaiknya sebelum menikah berjanji untuk tidak bertengkar karena seks dan uang. Seks itu penting, tapi bukan segalanya. Syukurlah kalau kehidupan seks yang dijalani sesuai dengan  keinginan. Kalau tidak, ya sudahlah. Begitu juga dengan uang.
Cukup sudah. Kucukupkan di sini saja pengembaraan hatiku yang ternyata tidak bisa menyentuh hatinya satu milimeter pun. Jadi selama ini hipotesaku soal perasaan April terhadapku salah besar. Kupikir dia ada hati denganku. Ternyata senyumnya cuman keramahtamahan seorang teman. Shame on me.
Ternyata tidak ada cukup ruang buatku di hatinya. Jadi sudah saatnya aku harus belajar hidup tanpa bayang-bayang April. Dia sudah resmi menjadi seorang istri. Aku harus menjaga jarak lebih jauh lagi. Walau sebenarnya cinta sejati tidak pernah mati, atau setidaknya sulit mati.
Tapi sebenarnya nggak ada salahnya mencintai perempuan manapun, walau sudah bersuami. Asal tidak ditindaklanjuti. Dan tentu saja ini bukan cinta yang penuh nafsu. Ini cinta yang universal yang berawal dari simpati. Jadikan itu godaanmu, penguat imanmu. Iman tanpa godaan tidak akan pernah tangguh.
Whatever lah..
Aku benci dengan kalimat "Cinta tidak harus memiliki", tapi kenyataannya saat ini aku setuju dengan itu.
Well, selamat menempuh hidup baru April. Doa yang terbaik untuk kalian berdua. Aku masih pengagummu. Okelah aku memang patah hati dan sakit. Tapi tenang saja, aku bisa mengatasinya. Aku akan sehat dalam sakitku. Aku akan bahagia dalam sedihku. Aku akan tetap tersenyum dalam tangisku.
****
Aku, pria angin-anginan pemuja keindahan. Hidup di dalam dunia puisi. Terasing dari bising dunia materi. Seorang pecandu kata-kata berima. Sebagai obat penawar cinta. Pada seorang perempuan fatamorgana. Yang hanya bisa dicintai. Tak pernah bisa dimiliki

Hidup dari nyala api semangat. Berhulu dari senyuman bidadari khayalan. Menghempaskan jauh ke lautan mimpi. Tenggelam hanyut dalam ekstasi angan. Sampai akhirnya karam di pulau sepi. Dengan tubuh telanjang dan luka perih. Menggigil sampai ke tulang sendi. Dingin yang mencapai minus tertinggi. Tidak tercatat dalam bilangan angka.

Ketika akhirnya terbangun. Tersadar dari mimpi panjang. Sendiri tersudut di pojok waktu. Dan tabir pun terbuka : Lelaki yang sedang mabuk puisi. Phobia sakit hati. Pengecut. Hanya berani mencintai. Tanpa nyali memiliki.

Aku, selongsong peluru yang terlempar dari intinya. Melesat menancap tepat ke relung hati seorang perempuan. Terbawa pergi meninggalkan selongsongnya di negeri tak bertuan.




-Robbi Gandamana, 19 Juli 2019-

Jumat, 15 Maret 2019

Tuhan Tidak Perlu Dicari



Aku heran pada mereka
melakukan hal yang menguras pikiran
hari-hari terasa di lain dunia
karena sibuk mencari Tuhan

Tuhan tidak perlu dicari
Dia hadir di tiap jiwa insani
mengalir di pembuluh nadi
ada di dalam sel paling tersembunyi

lakukan saja kebaikan
maka Tuhan akan datang menyapa
Dia akan berlari mendekati
lebih dekat dari urat nadi

Dia adalah Tuan Rumah di tiap diri insan
yang ikut bermain dalam drama kehidupan
yang ikut berjoget dalam irama hidup manusia
tapi hanya pada yang terpilih Dia memberi hidayah

Tuhan tidak dimana-mana
karena dimana-mana ada di dalam  Tuhan
Tuhan juga tidak kemana-mana
karena kemana-mana juga ada di dalam Tuhan

Tuhan tidak terikat ruang dan waktu
semilyar tahun bagiNya hanya sekedipan mata
Tuhan tidak mengantuk dan tidak tidur
Karena Dia adalah sang Maha Bekerja

Tuhan adalah cinta yang meraja
yang selalu bermesraan dengan hambaNya
karena hidup adalah proses percintaan
antara makhluk dan sang Pencipta

tapi manusia adalah makhluk serakah
ibadah hanya kalau ada maunya
ibadah tidak terfokus padaNya
karena dikasih bias yang bernama surga

kita adalah cipratan dari diriNya
Dia tidak kulakan bahan di lain semesta
karena tidak ada apa-apa kecuali diriNya
semua yang ada di dunia ini palsu semata

kita adalah makhluk jika masih di dunia fana
yang dipinjami otoritas sementara
diperintah berkehendak mengolah dunia
dan pasti akan kembali menyatu denganNya

gugahlah kesadaran yang paling dalam
berwiridlah panjang di hening malam
andai kita tidak diberi KESADARAN
kita akan bingung bertanya, "sebenarnya kita ini siapa!?"

sejatinya kita adalah......"TUHAN"


Solo, 15 Maret 2019


------------------------------------------

Ini ilmu hakikat tingkat lanjut. Bukan soal syirik atau apa, tapi ini adalah proses kesadaran.

Ingat kata Decrates "Aku berfikir (sadar) maka aku ada."

Bayangkan seandainya kamu tidak dikasih saraf kesadaran, tidak dikasih panca indera, tidak dikasih akal budi...kamu akan bingung dan bertanya. Tanpa itu semua, kita ini sebenarnya apa? 

Bagi ayam, ayam itu tidak pernah ada. Bahkan tidak ada apa pun yang ada bagi ayam karena ayam tidak pernah sadar. Itu sebenarnya resonansi, artinya ayamnya tetep ada, bisa tertabrak mobil juga.

Tuhan berkata "Kun" itu sedang memulai cintaNya. Kemudian menyebar cintaNya menjadi Fayakun. CintaNya menjadi gelombang, partikel, me-resonansi, pantul memantul.

Kemudian Dia memberi kesempatan kepada semua cipratan-Nya tadi untuk juga berkehendak dengan kesadaranNya.

Maka Dia berkata : "Aku ini berlaku berdasarkan sangkaan hambaKu kepadaKu.

"Kalau manusia  menyangka Aku penuh cinta, maka Aku mencintainya. Kalau hambaKu menyangka Aku pelit maka Aku tidak memberinya rejeki. Dan seterusnya..

"Kalau kemarin kamu itu ada, karena Aku sadar untukk meng-ada-kan kamu. Dan kamu seolah-olah ada benar karena Aku menyebarkan kesadaranKu.

"Sebarkan kesadaran itu kepada ayam. Aku menyebarkan kesadaran itu kepada Adam dan anak turunNya."
Kemudian Tuhan kasih giliran ke kita : 

"Ayo kamu ikut berhendak..kamu ikut sadar, terus Aku ikut apa yang kamu kehendaki.."
Itu semua adalah sebuah PERCINTAAN.

Jadi jangan menyangka bahwa kita punya otoritas. Kita itu dipinjami, dijadikan cipratan, kemudian cipratan itu dihidupkan oleh Allah dengan kesadaran. 

Terus kita disuruh berkehendak, terus Tuhan ikut seperti Sutradara yang ikut main, ikut joget menirukan pemain yang joget.  Ini adalah kesadaran 'Sutradara' yang masuk panggung untuk bercinta dan berdialetika, berkasih sayang dengan hamba-hambaNya..

***
Tidak ada apa-apa selain Allah..apa mungkin ada yang selain Allah??? Yang lain itu PALSU, seakan-akan ada. Kita ini rasanya ada karena adanya KESADARAN. Jadi kalau kita sekarang ini merasa ada dan yakin ada, siapakah sebenarnya kita ini???

Ajaran Syekh Siti Jenar sebenarnya nggak sesat, cuman beliau terlalu cepat mengajarkan tasawuf ke umat yang tingkat spiritualitasnya masih rendah. Muslim Indonesia saat itu masih dalam proses belajar. Jangan diajarkan ilmu tasawuf. Matangkan syariatnya, baru mendalami tasawuf. 

Ketika di puncak wirid beliau, beliau mengucapkan "La ilaha illah ana" itu bukan menyekutukan Allah, tapi sebuah proses kesadaran bahwa tuan rumah di dalam diri tiap manusia itu adalah Tuhan.

Allah bikin tanah dari apa bahannya? Allah bikin langit, galaksi dari apa bahannya, kalau bukan dari diriNya sendiri. Allah tidak membikin tanah dari apapun kecuali dari cipratan diriNya sendiri..

Itulah kenapa ciptaan Tuhan tak ada yg sia-sia (dan tak ada duanya, walau kembar identik sekalipun). Jarene kyai : 'Rabbana ma khalaqta hadza bathila'. Bagi kita, tahi itu sangat buruk tapi bagi tumbuhan itu baik. Nggak ada ciptaan Tuhan yg buruk, disebut buruk karena ditempatkan di tempat yg salah. Semua harus 'empan papan' -

Jadi pada HAKIKATnya kita dan semua yang ada di dunia ini adalah....TUHAN.

Namun saat masih di dunia manusia itu masih hamba atau makhluk  (Jadi jgn pernah sekali2 ngaku sebagai Tuhan). Di akhirat kita akan disatukan denganNya. Karena tauhid itu menyatukan diri dengan Tuhan bukan dengan surga. 

Maka fokuskan ibadahmu hanya untuk Tuhan tidak untuk surga. Kalau yang dicari Tuhan maka otomatis dapat surga. 

Karena keinginan masuk surga itu adalah keinginan yang materialistis....

Rabu, 13 Maret 2019

Perempuan Idaman lelaki (Mencari April - 8)



Setelah bertemu dan sedikit ngobrol dengannya kemarin, aku berhipotesa bahwa dia ada "rasa" sama aku. Bisa aku rasakan dari caranya memandang dan tersenyum padaku saat berpapasan pandang selama ini. Ini bukan geer, bukan sebuah hipotesa awur-awuran, ini hasil itjihad yang panjang (lambemu).
Sudah kutulis di kisah kemarin, kalau kamu mempunyai kepekaan yang baik, pasti bisa membedakan senyuman simpati dan senyuman biasa.
Senyumnya padaku beda dengan senyumnya pada teman lelakiku. Apalagi kalau tersenyum sama Bongkeng. Jelas senyumnya adalah senyum geli lihat manusia unik dan langka itu. Sayangnya di negeri ini tidak ada suaka khusus manusia. Yang ada hanya Suaka Margasatwa. Pantesan orang-orang pelarian itu kalau cari suaka ke Australia. Ngomong opo se iki.
April ini bukan jenis akhwat Salafi yang suka mengucilkan diri yang hanya mau akrab dengan kaumnya saja. Walau agak introvert, April mau berteman dengan siapa pun, asal dia baik padanya.
Itu sedikit membuatku lega. Walau tetap saja manhaj Salafi itu Islam yang konservatif. Ingat dulu Inbox-ku nggak dibales, komen distatus fesbuknya nggak di-mention hanya karena aku lelaki, bukan muhrimnya. Sungguh terwelu.
Itu salah satu yang membuatku kecewa. Terlalu menjaga diri dari zina tapi malah kebablasan, beragama tapi mengesampingkan aspek sosial. Padahal aku tanya baik-baik, sama sekali tidak ada rayuan atau kata-kata genit yang menjurus ke arah zina. Dan dia tahu aku masih satu kantor dengannya. Aku penasaran, seandainya pak boss yang inbox, apa juga nggak dibales. Asli menyebalkan.
Kalau aku sih tidak pernah memaksakan diriku jadi malaikat. Karena aku khawatir nantinya malah diam-diam menjadi Iblis. Munafik adalah serendah-rendahnya mahkluk. Aku lebih suka tetap jadi manusia yang terus berusaha sebisa-bisa mungkin berjalan di jalanNya. Yang kutahu Tuhan tidak menagih di luar batas kemampuan hambaNya.
Aku tidak akan pernah mengkritiknya dan atau berusaha mengubah pemikirannya. Gila apa. Aku sendiri nggak jelas keIslamanku. Yang kulakukan selama ini adalah sebisa-bisa mungkin mengikuti Islamnya Rasulullah. Bukan kostumnya atau tongkrongannya, tapi lebih pada akhlak beliau.
Aku lebih suka belajar jadi manusia dulu, sebelum belajar agama. Jangan sampai terbalik. Karena sekarang banyak muslim yang sudah terlanjur pinter beragama tapi belum lulus jadi manusia. Membela Islam  tapi dengan menyakiti perasaan manusia. Demi agama rela membunuh manusia, padahal nggak akan tega kalau demi manusia.
Ah biarlah, nyatanya aku masih mengaguminya sampai detik ini. Ideologinya memang kaku, tapi dia perempuan yang baik, ramah, santun dan tidak sombong. Walau sekali waktu menyebalkan juga.
April adalah jenis perempuan yang tidak mudah ditaklukan. Bukan karena apa, tapi karena kesalafianyalah yang membuatnya seperti itu. Doktrin itu mengerikan kawan. Orang bisa jadi pelaku bom bunuh diri karena terus menerus didoktrin, diiming-imingi surga dengan 72 bidadari.
---Aku pribadi nggak mau terdoktrin lagi. Aku harus jadi manusia yang berdaulat. Kalau aku misuh-misuh di medsos, itu dalam rangka melepaskan doktrin orang-orang tua di masa kecilku dulu. Ojok ditiru---
Di satu sisi, perempuan seperti April bisa jadi adalah istri idaman lelaki. Akhwat Salafi adalah perempuan yang sangat setia. Belum pernah ada kasus perempuan Salafi selingkuh atau durhaka pada suami. Yang ada malah mereka ikhlas suaminya poligami. Dan mereka malah bangga dengan itu, karena bagi mereka kesabaran dipoligami akan berbuah surga. T:T
Sayangnya aku tidak berharap April jadi istriku. Bukan karena aku nggak ingin punya istri yang alim dan setia. Dia terlalu murni buatku. Aku pasti akan mengotorinya. Aku mencintainya tanpa kalkulasi, tanpa syarat, seperti cinta Tuhan pada hamba-hambaNya. Nggak perduli siapa, agamanya apa, semua dikasih rezeki. Dan itulah cinta sejati.
Aku sudah tidak mencarinya lagi (judul cerita ini harusnya diganti). Aku sudah menemukan. Bukan menemukan informasi soal apa pun menyangkut April. Tapi aku sudah menemukan sesuatu yang membuat hatiku plong dan bahagia. Bahwa cinta yang indah itu yang penuh misteri. Kalau aku tahu segalanya soal April, itu akan merusak misterinya.
Dan aku akan lebih bahagia kalau April menikah dengan lelaki yang se-manhaj dengannya. Lelaki alim berjenggot panjang, bercelana cingkrang, suka pakai baju gamis, dan jidatnya gosong karena kebanyakan sujud di karpet kwalitas KW. Aku akan mendoakannya dan sekali-sekali mencari tahu soal kabar hidupnya. Berharap semuanya baik-baik saja.
Well, manhaj Salafi memang konservatif, tapi kita tidak bisa mendiskreditkan Salafi. Mereka seperti itu demi mengharapkan ridhaNya. Kita nggak bisa mencibir gamisnya, jenggotnya atau pun celana cingkrangnya. Itu semua karena kecintaan mereka pada Rasul dan Islam. Silakan saja bergamis atau yang lain kalau itu membuatmu semakin mencintai Rasul dan Islam.
Aku sendiri tidak akan bergamis, berjenggot atau bercelana cingkrang. Bukan karena nggak cinta pada Rasul atau nggak takut dibakar di neraka (soal celana di bawah mata kaki sudah aku tulis di kisah sebelumnya) Karena esensi atau hakikat Sunnah Rasul yang sejati itu akhlak beliau.
Kalau kita bicara hakikat, Al Qur'an pun sebenarnya bukan Islam itu sendiri. Al Qur'an itu cuman benda yang menghantarkan Islam. Islam itu sebuah sistem (panduan hidup) yang menyelamatkan. Seperti orang yang tukar cincin berlian. Berlian itu bukan cinta, tapi cuma benda yang menghantarkan cinta. Al Qur'an adalah berlian yang menghantarkan cinta yang bernama Islam.

****
Siang itu aku masih dikasih kesempatan Tuhan untuk berbasa-basi dengannya saat jam istirahat. Saat itu dari jauh kulihat April bersama temannya antri membeli Cilok. Ketika aku lewat di depannya dia langsung tersenyum, senyuman yang membuatku bersyukur telah dilahirkan di dunia ini dan berkesempatan memandang senyumnya April. Luar biasa indah.
"Kalau tiap hari makan siangmu cuman Cilok, badanmu yang super langsing itu apa nggak tambah tipis, "candaku padanya.
"Siapa bilang begitu Mas Imron. Kalau makannya tiga bungkus khan sama dengan nasi satu piring, " timpal April sambil nyengir.
"Adza adza ajza dwech ach.."
"Mas Imron nggak suka Cilok?"
"Suka sih. Cuman aku lebih suka Cinlok."
"Hayoo...Cinlok sama siapa?"
"Sama kamu.."
"Wadoh...no komen," muka April langsung memerah. Dia pun ngeluyur pergi kembali masuk kantor dengan senyumnya yang tertinggal di hatiku (ehem).
Aku agak menyesal bilang Cinlok tadi. Cinlok ndasmu!, batinku memaki diriku sendiri. Bisa jadi perempuan Salafi alergi mendengar kata Cinlok (Cinta Lokasi) atau kata-kata yang berbau zina seperti itu. Ah sudahlah, semoga besok aku bisa memperbaiki omonganku yang pating pecotot ini. Walau kenyataannya aku sedang mengalami Cinlok sama April. ---Ah, jadi ingat zaman KKN tempo doeloe. Swemproel--
Dan benar dugaanku, saat aku bertemu April pagi itu, dia berusaha menghindari tatapanku. Saat di tangga menuju ruang kerja, jalannya dipercepat karena tahu aku di belakangnya. Sekali lagi ini bukan geer. Kalau kamu mempercepat jalanmu karena di belakang ada bossmu, jangan dikira bossmu nggak tahu.  Dia sangat tahu, bisa dirasakan dari gelagat dan auranya.
Ada jenis perempuan yang ketika tahu seorang  pria terindikasi naksir padanya, si perempuan akan menghindar atau jaga jarak dari si lelaki. Walaupu si perempuan juga naksir. Banyak perempuan "angkuh" seperti itu. Angkuh tapi rindu. Lama menunggu tak menentu, si lelaki pun disamber perempuan lain. Makanya perempuan seperti itu agak sulit jodoh. Menikahnya di usia tua itu pun dapat duda. Abot Jum.
Aku berharap April bukan jenis perempuan seperti itu. Tapi seandainya iya pun aku mau apa. Karena aku ingin mencintainya tanpa kalkulasi. Cinta ya cinta, bukan karena. Mencintai nggak karena ini, karena itu. Maka jangan heran kalau ada lelaki alim bisa mencintai pelacur.
Cinta memang bisa dibiasakan, tapi cinta tidak bisa dibunuh. Kalau sudah terlanjur cinta, jangan berharap bisa menghapusnya begitu saja. Itulah cintaku pada April. Aku tahu nggak akan bisa menjangkaunya karena beda haluan. Tapi aku tetap mencintainya. Akalku mengatakan tidak, tapi hatiku menolak.
(Bersambung)
-Robbi Gandamana, Solo, 13 Maret 2019


Kamis, 21 Februari 2019

Perempuan Bukan Penolak Cinta (Mencari April - 7)



Hari ini seorang teman lama mampir di kosku. Teman kuliah saat di kota kembang dulu. Anak seorang juragan Tempe Levi's alias Gembus walau tampangnya nggak kayak anak juragan. Namanya Tutoep Gendoel, cukup dipanggil Gendoel saja.
Dia adalah pelukis. Kebetulan dia sedang pameran di suatu Galery yang tidak jauh dari kosku.
Sudah lama aku nggak ketemu Gendoel. Aku sudah belasan tahun merantau, mengadu nasib di kota budaya ini. Kerja di sebuah pabrik buku sekolah. Dengan gaji minim dan aturan yang ketat. Koyok kerjo melok Jepang, ganok preine.
Nggak tahu Gendoel itu titisan Genderuwo atau apa. Tongkrongannya sangar walau tanpa tato. Rambutnya gondrong. Dari ujung rambut sampai ujung kakinya penuh dengan bulu. Dan karena penuh bulu itulah membuat banyak orang jadi percaya Teori Darwin.
Gendoel sepintas memang terlihat seperti bajingan. Tapi dalam soal common sense, dia bisa dikatakan lulus sebagai manusia. Tampang iblis tapi hati malaikat. Itu salah satu yang kusuka dari dia. Sekarang banyak jenis lelaki yang "diam-diam mencuri rantang". Sepertinya alim tapi ternyata menghamili pacarnya. wadoh, abot.
"Oala Mron, dari dulu sampai sekarang nasibmu nggak ada peningkatan. Awet kere," celetuk Gendoel ketika melihat kamar kostku yang minimalis alias minim barang berharga. Hanya tape recorder  merk Folitron untuk memutar koleksi kaset  rock-ku yang jumlahnya cukup lumayan.
"Sing penting urip Mbul, " timpalku sekenanya.
Gendoel sudah kuanggap saudara sendiri. Tanpa dipersilahkan dia langsung rebahan di kasur gabus tipis, sebuah artefak peninggalan penghuni kost lama. Dia juga nggak canggung bongkar-bongkar kaset, memilih satu dan memutarnya di tape dengan volume keras. Yang dipilih kok ya pas. Satu nomor dari Robin McAuley "Teach Me How To Dream" jadi soundtrack rinduku pada April.
"Teach me how to dream. Help me make a wish. If I wish for you. Will you make my wish come true..."
****
Kebetulan Gendoel agak paham dalam soal cinta. Dia seorang perayu ulung. Merayu perempuan dengan bahasa puitis yang dicuri dari tulisan-tulisan Kahlil Gibran. Tapi Jangan salah, Gendoel bukan jenis lelaki yang hobi gonta-ganti pacar. Bukan karena alim, tapi nggak ada yang mau jadi pacarnya. Hanya satu perempuan yang mau, yang sekarang jadi istrinya.
Yang bikin aku "nggak setuju", istrinya Gendoel cantik. Swemproel, kok iso yo. Kupikir mereka adalah pasangan yang akan masuk surga. Karena Gendoel selalu bersyukur punya istri cantik, sedangkan istrinya selalu ekstra sabar punya suami jelek.
Aku pun curhat ke Gendon soal April. Dia agak kaget dengan selera perempuanku yang sekarang. What!? Anak Salafi? Ciyus? Enelan? Aku bilang pada dia kalau sudah lama naksir April. Tapi sekarang aku nggak ada niat menyatakan cinta padanya.
Aku pun berdebat panjang dengan Gendon, apakah perlu aku menyatakan cinta pada April atau tidak. Bla bla bla bla (bakalan panjang kalau ditulis).
Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyatakan cinta pada April. Bukan karena pasti ditolak. Oke, itu memang salah satu pertimbangannya, tapi aku tidak ingin hubunganku dengan dia jadi canggung.  Tahu khan, seorang perempuan biasanya akan mengambil jarak atau menghindar dengan lelaki yang  sudah menyatakan cinta sedangkan dia menolaknya. Semua terasa canggung.
Itu yang kutakutkan. Bukan takut ditolak. Wis tau. Ditolak memang sakit, tapi lebih nggak asyik lagi kalau pertemanan menjadi renggang. Ditolak perempuan itu bukan sesuatu yang tabu. Bahkan malah sebaliknya. Seorang lelaki nggak lengkap sebagai lelaki kalau tidak punya pengalaman ditolak perempuan.
Ditolak itu buah dari tindakan seorang gentleman. Itu keren, daripada diterima tapi pakai dukun atau pelet. Itu penipuan luar biasa. Cinta itu suci dan pelet merusak kesuciannya.
Aku sudah qatam bab penolakan. Pernah dulu Gendoel dengan sok bijaknya menguatkan aku ketika semangat hidupku kendor karena ditolak perempuan, "Sabar Mron. Semua pasti ada hikmahnya. Ditolak itu belum tentu diterima..."??? Asem, podo ae Doel.
Dalam urusan cinta, aku nggak percaya penolakan. Aku selalu yakin dengan diriku, "Mosok Imron ditolak  se rek?" Nggak ah. Masak lelaki keren penuh talenta sepertiku ditolak perempuan? Ambigu. ---sombong dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri itu sangat perlu, asal ngomongnya di dalam hati saja, nggak perlu diproklamirkan dimana-mana---
Aku percaya (setidaknya yang terjadi padaku) kalau perempuan itu bukan penolak cinta. Perempuan itu bisa hidup dengan seorang lelaki yang tidak pernah dicintai sebelumnya. Asal lelakinya baik, mengayomi, melindungi, setia, bertanggung jawab, dan masa depannya jelas (mapan).
Lelaki "nembak" perempuan yang dicintai itu pastinya sudah melalui pertimbangan yang matang dan pengamatan yang berliku-liku. Orang yang jatuh cinta itu instingnya meningkat tajam mengalahkan insting seekor Luwak yang sedang berburu ayam.
Lelaki yang peka perasaannya bisa membedakan mana tatapan cinta dan mana yang sekedar tatapan biasa, mana yang senyuman cinta dan mana yang sekedar senyuman biasa seorang perempuan. Dan berdasarkan sinyal-sinyal itulah lelaki berani menyatakan cinta.
Jangan rendah diri karena ditolak perempuan. Bisa jadi mereka tidak menolak cintamu, mereka hanya  menolak ketidakjelasan masa depanmu, menolak kegagalan hidupmu, menolak ideologimu atau menolak kebodohanmu, bisa juga menolak kemiskinanmu. Seandainya kamu datang dengan keberhasilan hidupmu, kesuksesanmu, mobil mewahmu, kekayaanmu, mereka akan menerima cintamu. Trust me!
Tentu saja aku tidak bilang perempuan itu matre. Bukan itu poinnya. Perempuan itu berpikirnya komprehensif dan mendetail, pikirannya matang. Mereka sangat memperhitungkan resiko terburuk. Beda dengan lelaki yang suka grasa-grusu dan nggak bisa benar-benar bisa dewasa.
Kemeruh yo? Babah gak ngurus. Tapi setidaknya itu berdasarkan pengalamanku.
Ya begitulah pemirsa. sementara itu hipotesa awur-awuranku dalam soal tolak menolak cinta. Kalau salah mohon dikoreksi. Tapi setidaknya dengan mempercayai uraian di atas, bisa sedikit meredakan kegalauan kalian yang sedang patah hati.
Ditolak perempuan itu reward yang luar biasa kalau kita menyikapinya dengan pikiran positif. Itu semacam trigger yang membuat potensi yang ada dirimu keluar dan melesat dengan kecepatan maksimal. Yang puncaknya jadi pembuktian, yang akan membuat perempuan menyesal telah menolakmu. Itu. (Syuper syekali. Sudah kayak Mario Teguh belum?).
Jadi tenang saja wahai jomblo profesional, wajah pas-pasan bukan berarti nggak ada perempuan yang mau denganmu. Belajarlah dari Andika Kangen Band. Dia sudah menikah empat kali men! Saya nggak bilang wajah Andika jelek lho ya. tapi Jangan mau kalah sama dia.
Masak sih untuk mendapatkan seorang perempuan kamu harus pinjam wajahnya Andika?
****
Saat jam Ishoma, dari jauh kulihat April berjalan dengan seorang perempuan keluar kantor. Sepertinya menuju warung makan. Kok tumben dia ke warung dekat kantor, apa lagi jalan kaki. Pemandangan yang membuatku herman. Biasanya saat Ishoma dia cuman diam di kantor atau pergi keluar pakai motor entah cari makan siang di warung Islami antah berantah.
Tahu khan, akhwat Salafi menghindari kerumunan orang yang bukan mahramnya. Bersenggolan dengan lelaki yang bukan muhrimnya itu dosa besar, kata Ustadz Zulkipli (embuh sopo iku).
Wah ini kesempatan besar, nggak mesti setahun  sekali aku menemui momen seperti ini. Harus dimanfaatken bener. So, mari kita let's go! Aku pun mempercepat langkah mengejar mereka.
"Mau ke mana? ke warung ya? kok tumben?" tanyaku bertubi-tubi setelah berada tepat di samping April dan temannya.
"Cuman mengantarkan kok mas, gara-gara anak ini nih" jawab dia sambil menunjuk temannya. Senyumnya yang khas mengembang yang membuatku rela mati untuk satu senyumnya saja. (Gombal banget ya, but it's true).
Basa basi terus berlanjut. April sebenarnya perempuan yang asyik diajak ngobrol. Aku tahu sebenarnya dia ini anak gaul seperti perempuan muda pada umumnya. Punya akun fesbuk, instagram dan entah apa lagi aku belum mencari tahu (dan sepertinya aku tidak ingin tahu lagi. Biarlah latar belakang kehidupannya tetap misteri. Kadang karena misteri itulah hidup jadi indah).
Doktrin Salafi yang dahsyat memusnahkan hampir semua sifat gaulnya. Aku tidak menyalahkan atau prihatin dengan apa yang terjadi pada hidup April. Aku nggak punya hak ngurusi hidupnya. Justru aku salut dan heran, kok bisa dia meninggalkan dunia gaul itu. Butuh tekad yang kuat untuk bisa seperti itu. Itu kayak perempuan gembrot yang ingin langsing tapi dia sendiri maniak kuliner. Abot Jum.
Kita sering mendengar terminologi "dunia adalah penjara". Bagi orang Salafi, penjara di terminologi tersebut adalah penjara yang sesungguhnya. Mereka mengharamkan musik, tidak menggambar mahkluk bernyawa, tidak nonton film, dan banyak hal yang tiap hari kita lakukan dilarang oleh manhaj Salafi. Itu yang membuat dunia mereka sangat terbatas.
Sungguh sangat melelahkan jadi orang Salafi. Benar-benar konservatif. Aku bersyukur jadi muslim moderat. Yang kutahu jarang ada Ustadz yang berani ngasih tahu bahwa fiqih itu sebenarnya kayak lampu merah di perempatan jalan. Lampu merah itu alat, tujuannya agar pengguna jalan selamat. Sama juga dengan fiqih, itu alat yang tujuannya agar kita selamat menuju Allah.
Pada saat lampu menyala merah, pengguna jalan memang harus berhenti. Tapi sebenarnya dalam keadaan tertentu kita boleh saja jalan terus. Kenyataannya Ambulance dan atau juga pejabat penting masih boleh terus lewat. Bahkan becak pun dengan santainya terus melaju.
Tentu saja aku tidak menganjurkan untuk menerobos lampu merah. Bukan begitu Mbul. Kita tahu lampu merah di jalan-jalan provinsi pada jam 11 malam masih aktif. Ketika lampu menyala merah, tentu saja kita harus berhenti. Tapi ketika kita celingak celinguk kiri kanan, tidak ada kendaraan sama sekali, dan kita yakin pasti selamat, kita boleh saja melaju.
Intinya, kalau bekal agamamu sudah lumayan, kalau sudah yakin bakalan selamat, kita bisa saja melakukan hal-hal yang sebenarnya dilarang menurut fiqih. Karena fiqih juga banyak versi dan macamnya. Tentu saja ini tidak berlaku pada sembarang orang. Anak yang baru ngaji kemaren sore jangan dikasih pemahaman seperti itu.
Jadi ingat Gus Mus yang melukis sebuah lukisan yang menggambarkan Inul joget di kelilingi banyak ulama. Lukisannya dikecam oleh santri-santri muda. Tapi para kyai yang sudah tua pada cuek dan tidak mempermasalahkan itu.
Ketika ditanya seseorang, "Gus, kenapa para santri mengecam habis-habisan sedangkan kyai yang tua-tua kok oke-oke saja..?"
Gus Mus dengan santai menjawab, "karena maqam mereka belum nyampai..."
Bahkan ada seorang kyai sepuh yang kasak kusuk di belakang, " Gus, itu lukisannya dijual nggak, saya kok ingin memiliki...."
Towengwengwengwenggg.
Obrolan dengan April harus kuakhiri karena kulihat teman perempuannya seperti nggak nyaman dengan kehadiranku. Prengat prengut ae. Mungkin dia merasa jadi obat nyamuk bakar cap King Kong. Aku pun terpaksa memisahkan diri dengan April demi temannya. Sialan.
Sesampai di warung, April duduk di bangku panjang menunggu temannya pesan nasi bungkus. Dari jauh diam-diam aku curi-curi pandang padanya. Ketika saat tidak sengaja tatapan mata kami bertemu, kami hanya tersenyum. Dan aku yakin itu senyuman yang tidak biasa. Senyuman yang datangnya dari hati. Aku bisa merasakan auranya.
(Bersambung)

-Robbi Gandamana. Solo, 18 Februari 2019 -


Selasa, 12 Februari 2019

Romantisasi Segala Bidang (Mencari April - 6)



"Apa yang anda pikirkan, Imron?" Pertanyaan yang menyebalkan itu menyambutku saat iseng-iseng kubuka akun fesbukku pagi itu. Mikirno ndasmu Mbul.

Ternyata banyak teman yang tag aku di postingan-postingan politik recehan. Bongkeng nge-tagg aku di postingannya soal prestasi presiden Jokowi. Aku juga di-tagg di postingan Tarno Superpell (office boy kantor) soal dukungan pada Capres Prabowo. Ada juga yang menjebloskan aku di group #2019GantiWakilPresiden.

Opo-opoan se rek. Padahal aku sudah berkoar-koar sejak lama kalau aku seorang apolitis. Tapi masih saja dilibatkan dan dijebloskan di grup-grup pendukung Capres. Asli buang-buang waktu dan energi saja.

Tahun politik yang menyebalkan. Baliho, poster dan spanduk kandidat Capres terpasang di mana-mana. Hari-hari dipenuhi orang yang sibuk menyanjung tinggi jagoannya. Di warung, di pangkalan ojek, di terminal, di toilet umum, bahkan di rumah ibadah. Apalagi kalau sudah kampanye via pawai motor,  suara knalpotnya sungguh merusak gendang telinga. Obat kopok larang Mbul.

Tapi di medsoslah yang paling "berdarah-darah". Lha wong soal memilih Capres kok disamakan kondisinya seperti Perang Salib. Yang satu dianggap Capres pro Islam, yang satunya dituduh Capres  pro kafir. Gembloeng.

Aku nggak tahu kenapa orang-orang itu begitu berapi-api menyanjung tinggi jagoannya. Bahkan rela mati demi membela seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya. Yang tidak akan membela bila ditagih debt collector motor Onda. Aku nggak tahu kenapa. Mungkin karena kehidupan seksnya menyebalkan. Who knows lah.

Lahir nama-nama beken bermunculan di panggung politik. Sebut saja Roki Kentrung, Ratna Sarungterompet, dan banyak lagi. Yang lain ramai memuja mereka, yang lainnya lagi menghujat habis-habisan.  Dan aku di sini menggelar tikar menikmati tontonan absurd tapi sangat menjual itu.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan isapan jempol politik praktis. Di samping karena nggak paham politik juga karena aku sedang jatuh cinta (oalaaa, pantatsss). Pada seorang bidadari SNI--> Aprilia Dewi Pertiwi. Seorang akhwat Salafi.

Sebenarnya aku sudah berusaha keras melupakan  dia sejak "kejadian yang mengecewakan" kemarin. Tapi kenyataannya aku nggak bisa. Aku seperti seseorang yang berlayar menjauhi pantai, tapi setelah jauh di tengah samudera aku diseret oleh angin kembali ke pantai.

Aku jenis lelaki yang sulit melupakan perempuan, tapi kalau disakiti, aku tidak mudah untuk kembali. Dia sama sekali tidak pernah menyakiti perasaanku. Walau pernah mengekecewakanku sedikit. Tapi it's oke, nggak prinsip. Aku menjauh karena merasa tidak layak (bermimpi) memilikinya. Sekarang pun masih sama: tidak berharap memilikinya.

Aku hanya ingin memulainya kembali dari awal. Aku nggak tahu kenapa aku ingin melakukan itu. Aku ini aneh, tidak berharap tapi ingin remidi. Apakah karena aku belum "nembak" dia? Nggak ah, konyol. Aku nggak butuh diterima atau ditolak. Justru malah takut kalau cintaku diterima. Jangankan membayangkan, bermimpi pun aku tidak berani kalau hal itu terjadi.

Hubungan yang serius dengan perempuan Salafi nggak cukup hanya mengandalkan cinta saja Mbul. Aku nggak mau cinta model "Poninya Andika Kangen Band" (sudah tahu nggak cocok tetap dicocok-cocokan).

Aku jelas jauh dari kriteria calon "imamnya". Bahkan sama sekali nggak masuk kriteria. Aku suka dan bermain musik, aku hobi menggambar mahkluk bernyawa, aku pakai celana jins ketat yang menutupi mata kaki, aku tidak berjenggot, dahiku tidak gosong (overdosis sujud), aku melakukan semua yang diharamkan oleh manhaj Salafi.

Ngomong soal gambar, intermezo sebentar, memang ada hadits yang menyinggung pelarangan menggambar mahkluk bernyawa. Yang menyebutkan bahwa siksaan yang paling pedih di neraka adalah tukang gambar. Di neraka mereka dipaksa meniupkan ruh pada karya gambarnya.

Hukum atau pelarangan soal gambar itu lahir di saat bangsa Arab Jahiliyah masih menggunakan patung, gambar atau lukisan sebagai berhala atau media ibadah menyembah selain Allah. Jadi sekarang hukum itu sudah batal, karena zaman sekarang orang menggambar tidak untuk dijadikan berhala atau sesembahan. Ingat, hukum itu berlaku kondisional.

Tuhan itu Maha Perupa dan manusia adalah pengenjawantahan dari diri Tuhan, kok manusia tidak boleh menggambar. Menggambar atau melukis itu bukan untuk menandingi Tuhan. Tapi itu salah satu bentuk ekpresi atas kekaguman manusia pada keindahan ciptaan Tuhan.

Menggambar itu cuman alat yang bisa jadi sarana menambah kecintaan kita pada Allah atau malah melupakanNya. Jadi bukan menggambarnya yang dilarang, tapi apa dan untuk apa kita menggambar. Semua tergantung niat, konsep dan tujuannya.

Oke, kembali ke soal April.

Kuamat-amati (diam-diam aku mengawasinya dari jauh) April yang sekarang sudah semakin Salafi saja. Mungkin sebentar lagi dia akan pakai cadar. Semoga tidak. Kalau itu terjadi, nggak tahu apakah aku akan tetap jatuh hati padanya atau tidak. Yang jelas aku akan merindukan senyumnya yang indah, giginya yang sedikit abu-abu dan jerawat kecil di pipinya yang menurutku sexy. Ojok ngomong sopo-sopo.
Dia terlalu "istimewa" untukku, aku nggak bakalan bisa memilikinya. Tidak di kehidupan ini, mungkin di kehidupan yang lain. Semoga kami dipertemukan di surgaNya. Dan aku akan meminangnya di sana. Tapi aku nggak ingin cepat-cepat pergi ke sana sih.

Di surga kita nggak jadi makhluk sosial, semua sibuk dengan kesenangannya sendiri. Di sana nggak ada tantangan, semua sudah tersedia, tinggal minta.  Yang jelas di sana nggak ada rokenrol. Apa asyiknya.

Makanya orang yang kedalaman ilmu agamanya mumpuni lebih mengharapkan Allah daripada surga. Karena kalau dapat Allah, otomatis dapat surga. Karena tauhid itu sejatinya menyatukan diri dengan Allah, bukan dengan surga. Surga itu nggak penting! Fokuskan dirimu hanya pada Allah.

****
"Kamu kelihatan lain hari ini, " celetukku saat aku melangkah bareng di tangga kantor menuju ruang kerja. Setelah sama-sama absen di mesin fingerspot.  Sebuah kesempatan yang langka bisa ngobrol berdua (perlu disuaka).

"Lain apa mas, kayaknya tiap hari aku seperti ini.." tanya April heran. Senyumnya pun mengembang. Senyuman terindah yang belum pernah kutemui, yang mungkin bisa meredakan darah tinggi, stroke dan serangan jantung. Aku jadi paham kenapa  tersenyum itu termasuk sedekah.

"Tumben, rokmu bermotif. Biasanya polosan. Kalau nggak hitam, abu-abu, magenta atau biru dongker saja..." jawabku. Saat itulah obrolan kami terputus karena seorang teman perempuannya yang berjalan di depan kami menyapa April. Dan April pun menyusul temannya dan meninggalkanku sendirian di belakangnya. Asem, adegan ngobrol di tangga menuju ruang kantor pun di-cut.

Tapi memang April nggak ingin ngobrol denganku, pria yang  bukan mahramnya. Aku tahu itu, tapi aku nekad mendekatinya. Makanya saat aku sudah dekat dia dan menyapanya, dia langsung mempercepat langkah. Walau itu nggak berhasil karena aku tetap bisa mengimbangi langkahnya. Dan akhirnya terjadilah obrolan tadi. Kapok koen.

Thank you so muachh ya Alloh, aku bahagia banget pagi  itu. Pertama, karena April nggak benar-benar mengacuhkan aku. Kedua, aku dapat kesempatan bisa ngobrol dengan dia. Jiwaku seperti mendapat siraman rohani berember-ember. Basaahh.

Alhamdulillah, walau cuman ngobrol semenit, tapi efeknya seharian. Semangat kerjaku meningkat dahsyat. Kerjaan yang seharusnya tiga hari kelar, dalam sehari beres. Aku menjelma Hulk. Pekerjaan kantor yang sebelumnya terasa berat jadi sangat terasa ringan. Ayo sini kasih aku order gambar lagi, akan kusikat habis! (Lambemu Mbul).

Dan sekarang aku sangat merindukan obrolan-obrolan singkat seperti itu. Asem.

****
Orang-orang masih sibuk ngomong politik dan menyanjung tinggi pilihan Capresnya, sementara hari-hariku penuh imajinasi tentang indahnya April. Bagi lelaki lain, April mungkin perempuan yang biasa saja. Tapi bagiku luar biasa.

Mereka terbiasa menilai perempuan dengan bodi terbuka. Sedangkan aku menilai dari kesantunannya, pribadinya, dan kealimannya. Tentu saja dari parasnya juga.

Nggak tahu kenapa seleraku pada perempuan berbeda dari yang  sudah-sudah. Aku jadi nggak suka perempuan yang pamer belahan dada.

Mungkin maqam-ku sedang naik kelas. Semoga. Ingat, semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang, semakin memahami betapa cantiknya wanita. Kecantikan yang akan tampak tanpa perlu berbusana terbuka, tanpa perlu pamer lekukan dan tonjolan dada.

Sialan, ternyata aku masih belum "sembuh" benar dari penyakit kasmaran. Bahkan tambah parah. Kupikir aku sudah mulai melupakan April, tapi ternyata malah jadi fan die hard number one-nya. Ajur Jum.

Orang-orang  berdebat panjang soal visi dan misi masing-masing Capres. Sedangkan aku sama sekali nggak perduli. Aku hanya perduli apapun yang menyangkut soal April. Urusan percintaan lebih penting daripada urusan Capres.

Jangan pernah kalian libatkan aku dalam debat politik. Aku sudah neg bicara politik. Persetan dengan visi misi kalian. Aku punya visi dan misiku sendiri. Visi dan misi dari seorang lelaki yang sedang jatuh cinta. Pokoknya nothing but love.

Visi dan misiku cuman satu: romantisasi segala bidang. Apa pun yang kulakukan harus mencerminkan cinta dan keindahan. Jalan depan kost akan kugambari bunga dengan  cat warna-warna pastel yang lembut. Di pingir jalan akan kutanami segala macam tanaman berbunga. Apa pun yang bisa kulakukan yang bermuara pada keindahan akan kulakukan. Dan itu semua kudedikasikan hanya untuk April.

Pokoknya bagaimana caranya hidup hanya bicara cinta dan cinta. Nggak punya apa-apa tapi banyak cinta. Semua terasa mewah kalau kita menyikapinya dengan cinta. Itulah alasan kenapa aku terus mengekalkan budaya jatuh cinta.

April mungkin tidak akan pernah menjadi milikku. No problem, Itu sama sekali nggak merisaukanku. Seperti kata seorang penyair sufi Umbu landu Paranggi, "Cinta itu bukan fisik dan juga bukan materi. Maka cinta yang sejati adalah yang tidak menikahi."

(Bersambung)

- Robbi Gandamana, Solo 12 Februari 2019-



#capres #fiksiana #aprillia #cinta #cerpen